22.1.13

Well, hal-hal soal keterlambatan datang ke sekolah bisa saja menyalahkan anak muridnya. Setidaknya itu yang selalu dilakukan guru-guru, tak terkecuali. Alih-alih mereka akan selalu menggunakan jawaban: "Harusnya kalian bisa bangun lebih pagi dan berangkat lebih pagi!" semacamnya. Tapi bagaimana jika saya, atau teman-teman sekalian yang lain yang sudah punya jadwal khusus pagi hari dan sudah rutin berangkat di jam yang sama setiap hari, kemudian telat karena satu dan lain hal, contohnya karena masalah transportasi dan lalu lintas? Apakah guru-guru akan menuntut bahwa anak harus datang lebih pagi, walaupun anak sudah punya jadwal rutin?


Oke, bukan cuma perlakuan guru pada anak terlambat yang seperti itu yang saya mau garisbawahi.

Saya akan cerita sedikit. Hari Senin tanggal 21 Januari 2013 adalah hari di mana pertama kalinya dalam sejarah masa SMA saya, saya datang terlambat ke sekolah karena, again, saya harus menyalahkan commuter line, yang memang lagi trouble pascabanjir. Saya datang terlambat bersama dua teman saya dan satu guru yang sama-sama tinggal di Depok. Saat saya datang, sang guru dengan asyiknya melenggang masuk, sementara kami dihadang. Ternyata pagi itu ada sekitar 40an anak yang datang terlambat! Mereka bilang macet pagi itu tidak seperti biasanya, bahkan ada yang jalan di rumahnya diblokir karena posko banjir.


Jam 7.30 pagi, kami di suruh masuk dan di'tatar' di depan ruang guru oleh para staff kesiswaan, guru piket dan Sang Kepala Sekolah. Sang Kepala Sekolah memulai omelannya dengan mukanya yang memang saya rasa tak pernah bersahabat dan tidak ramah dengan para muridnya. "Sudah tidak hujan, sudah tidak banjir, kok kalian masih terlambat?!" ia mengeluarkan pertanyaan retoris, karena jelas ia tidak mau dijawab, "Kamu, mantan ketua OSIS!" katanya menunjuk teman sekelas saya di belakang, "Mantan ketua OSIS nggak bener!" ia lalu menanyakan di mana rumah teman saya itu dan mengomel kembali sedikit. Seorang murid laki-laki di sebelah saya yang berambut sedikit kribo sedang berbisik sedikit pada teman dibelakangnya, lalu ia menjambak kecil rambut si kribo "Jangan ngobrol!" katanya. "Kalian sudah kelas 12, masih aja telat, kamu nggak sayang duit orangtuamu apa, sampai nggak ikut PM pagi begini?!!" padahal Pendalaman Materi saat itu sedang berjalan dan entah mengapa ia tidak memperbolehkan anak kelas 12 masuk kelas untuk mengikuti.


Gurupun tidak pernah mau tahu mengapa anak-anak ini terlambat kalaupun ditanya, anaknya pasti disalahkan. Mematikan motivasi dan hormat anak-anak ini sekali. Secara sains (yang pernah saya dengar waktu saya SMP), itu malah mematikan beberapa sel otak anak, dengan menyalahkan dan membuat anak merasa bersalah.

"Kalian tidak boleh masuk kelas sampai jam 10! Duduk di sini saja, merenung!" ocehnya sekali lagi kemudian melenggangkan tubuh tambunnya ke arah kantor. Anak-anak terdiam. Hanya saya yang berani bersuara mengobrol dengan suara yang dikencangkan supaya guru-guru mendengar.

"Menurut gue sih, hukuman kayak gini tuh bego banget," kata saya mengawali obrolan, "Oke, kita di sini merenung, kita ngaku kok kalau kita salah, lagipula nggak semua anak dateng telat karena dia bangun siang kan, pada macet kan? Kereta juga lagi gak kondusif," lanjut saya,

"Benar kak, kalau bisa kita disuruh ngapain kek, daripada duduk di sini doang," jawab teman saya,

"Ya iyalah, sekarang sirkumstansinya begini, kita duduk di sini sekarang, nggak memberikan keuntungan buat guru-guru, nggak ngasih keuntungan buat kita juga, kerugian juga ada yang rugi, kita malah duduk begini nggak disuruh produktif, mikir deh, malah suruh merenung, belajar kek, baca kek, ataupun kerjain tugas. Mau merenung apa?!" Kemudian salah satu guru piket yang memang guru yang asyik, ternyata sedari tadi sudah memperhatikan pembicaraan kami, "Tuh Pak, bener nggak, daripada kita disuruh duduk begini, mendingan kita duduk sambil ngapain gitu," kata saya, Bapak tersenyum sambil mengangguk, ia kemudian menghampiri Wakasek dan membisikkan sesuatu. Tak lama sang Wakasek memberikan instruksi untuk kami, "Ya anak-anak kalau ingin sekalian membaca buku, atau belajar silakan saja, kerjakan tugas juga silakan,"


"Nah gitu kek dari tadi." bisik saya.




Memang soal anak murid yang telat, di Indonesia karena bangsa kita sepertinya punya krisis kedisiplinan, harus dihukum, tetapi hukuman haruslah masuk akal, memotivasi untuk tidak telat dan tetap memacu produktivitas walaupun telat. Bukannya diomeli dihardik dan dijudge segala macam, bagaimaan anak akan respek pada guru kalau begini caranya? Dan bagaimana pula pendidikan kita bisa mengajarkan pentingnya kedisiplinan dan keadilan tanpa pandang bulu kalau keadilan hukuman keterlambatan antara guru/staff dan murid tidak dipampang secara nyata? Malah anak-anaknya saja yang dimarahi secara lebay, tapi guru-guru tidak diperlihatkan ditegurnya, supaya kita bisa diajarkan dan diperlihatkan tentang baik-buruk. Contoh teman saya yang pernah sekolah di MAN terkemuka, ia terlambat dan dihukum untuk merangkum Bab pelajaran yang ia lewatkan pagi itu karena telat, that's it, produktif. Anak telat bukannya di'kriminalisasi' tetapi diberi hukuman yang masuk akal dan memacu produktivitas. Tak apa barang hanya berlari beberapa putaran, tetapi tidak dengan dijemur atau duduk tanpa jelas juntrungannya.





Memang terlambat datang ke sekolah itu sangat tidak enak, apalagi kalau harus berhadapan dengan Kepala Sekolah yang emang nggak kelihatan punya respek. Saya percaya dengan saya terlambat dan dihadapkan dengan situasi ini, menambah pertanyaan-pertanyaan saya tentang keadaan pendidikan, kualitas kedisiplinan pada bangsa kita dan tentang kualitas tenaga pengajar kita yang harus saya jawab sendiri dan saya harus ikut perbaiki di masa datang.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2010 Singa Betina yang Terjebak.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.