Akhirnya, gue kembali di saga kereta ini.
Sudah enam bulan terakhir, gue kembali ke sekolah menengah atas yang jadi tempat belajar gue sejak 2009, setelah setahun mengenyam pendidikan pertukaran di negeri orang. Ya kalau ke sekolah nggak mungkin nggak naik kereta dong, kecuali kalau mau telat. Depok-Kalibata gitu loh. Kereta nglaju Jabodetabek banyak berubah sejak gue pulang. Banyak hal yang cukup menyusahkan gue direct setelah gue mau masuk ke sekolah lagi. Banyak juga hal yang... okay... Ini dia timeline dari Juli sampai Desember tentang hidupku bersama kereta
1. Pas gue dateng ke stasiun untuk pertama kali setelah setahun, gue baru ingat bahwa KLS udah nggak ada, gue bolak balik ke sana kemari buat nyari infotentang Kartu Commet itu, ternyata Juli itu gue udah nggak bisa beli Kartu Commet. Kewalahan part one.
2. Postifnya, kereta Commuter Line yang formerly known as AC Ekonomi, sekarang jauh lebih banyak ketimbang Ekonomi. It's a good thing for me karena ini menujukkan perubahan PT. Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) yang bisa dibilang progresif lah. Harga tiketpun cuma beda Rp. 500 dari harga dulu. Lumayan. Walau pelayanannya masih gitu-gitu aja. Logonya berubah dan rutenya sekarang ada lingkar Jakarta, kerena banget lah.
3. Hidup berjalan begitu oke-oke saja waktu Agustus. Siklus transportasi gue berubah. Pagi kereta, pulang naik angkot 3 kali, yang lebih murah cost-nya dari naik kereta. Oke. Not that bad. I cope with panasnya Jakarta Selatan already.
4. Sampai suatu ketika di bulan September, sepertinya tanggal 8 dan di hari Sabtu, seorang teman baik yang dermawan hatinya menawarkan Kartu Commet-nya yang nganggur untuk gue pakai dengan status meminjam. Oh memang, sungguh berarti sekali bantuannya ini. Karena apa? Karena akhirnya gue bisa naik kereta pulang pergi dan kemanapun gue mau, bahkan ke tempat kerja tanpa membayar tiket setiap hari karena Kartu Commet itu abodemen, jadi isinya perbulan dan perjalannya unlimited~ Karenanya, gue sangat berterima kasih yang tak terhingga sampai ruang angkasa yang belum jelas batasnya itu.
5. September, Oktober, November. Ahhh, transportasi gue tiada masalah sebenarnya.... kecuali dua hal:
6. Harga tiket Commuter Line naik jadi Rp. 8000 rupiah untuk tujuan Depok dan Rp. 9000 untuk tujuan Bogor, menyamai harga Depok Ekspres yang dulu harganya Rp. 9000. Kenaikan harga ini juga mempengaruhi kenaikan harga e-KLS dan e-KTB, d'uh obviously. Kenaikan harga ini membuat semKua pengguna kereta, termasuk gue, berharap bahwa KCJ bisa improving their services, berharap bahwa kereta gak bakalan telat lagi, berharap bahwa kereta commuter akan makin memuaskan dan berkualitas. Nyatanya? Kenaikan Rp. 2000 itu belum worth apa-apa tuh. Setidaknya yang gue rasakan ya
7. November pertengahan, sekitar tanggal 20an gitu, rel antara Bojong Gede dan Cilebut longsor. Semua kereta berakhir di Bojong Gede. Kereta makin banyak telat. Mungkin karena hujan juga, ada aja masalah sinyal atau masalah apa yang bikin kereta telat atau batal. Tercatat pernah 1 minggu penuh kereta trouble terus. Pissed many people already. Tapi people nggak bisa berbuat apa-apa atau protes banyak-banyak, kereta commuter udah memberikan banyak kontribusi untuk kehidupan perkotaan kita sih.
8. Sampai Desember, sesuatu yang bagai petir datang *halah*. Kartu Commet akan ditarik peredarannya dan udah nggak berlaku lagi. Makin pissed off saya. Sekarang saya harus bayar Rp. 8000 setiap pagi. Astaga. Mengesalkan. Kartu Commet itu sangat berguna buat para pelajar karena bisa menghemat. Alhasil gue harus mengembalikan kartu sakti itu ke teman saya yang baik itu, kemudian pulang dengan metode sama di bulan Agustus. Ada asumsi bahwa Kartu Commet ditarik karena ingin menutupi kerugian pasca-longsor. Tapi apapun alasannya ini cukup membuat saya tidak puas.
9. Desember ini pula dimulai penertiban. Untuk remaja yang (harusnya) labil seperti gue, gue akan berkata: Penertiban paledut?! Penertiban ini membuat stasiun-stasiun sepi, nggak ada penjual. Kan banyak penumpang yang pengen beli ini-itu, kalau lapar atau haus di jalan habis kerja kan enak sambil nunggu angkutan pulang sambil memasukkan nutrisi. Nyari aksesoris murah susah. Mau menambah wawasan dengan beli koran susah. Walau positifnya stasiun lebih adem-ayem saat malem, tapi waktu siang berasa gersang. Apalagi sekarang yang mau ditertibkan Stasiun UI. Man, are you kidding?! Stasiun UI itu adalah gudang seluruh barang yang baik lagi murah, nggak pernah ada yang merasa dirugikan tuh para customer maupun orang yang lewat, apalagi dagangan pedagang pada laku di sana. KCJnya aja sentimen mau sok-sok sterilisasi tapi ini kan merugikan banyak pihak. Kalau sampai di demo sama mahasiswa berarti kan kios-kios di Stasiun UI menguntungkan sekali dong keberadaannya?
Oke, niat mau cerita malah menyampaikan uneg-uneg, wow, sampai 9 poin lagi.
Satu hal yang bikin gue nggak bisa sangat terlalu protes sampai ngotot adalah: Kereta Commuter itu sangat dirindukan dan didambakan dan memudahkan walau pelayanannya bikin kesal.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar