Senin sore tanggal 14 Januari 2013, saya dikejutkan oleh hal besar di Pasar Minggu.
Saya sehabis pulang try out di sekolah yang saya selesaikan buru-buru, sekitar jam 15.30 WIB tepat, langsung menuju kota tercinta saya, Depok, untuk belanja buku persiapan UN dan membeli binder di stasiun UI. Urgensi membeli binder itu adalah berjaga-jaga apabila pedagang di stasiun UI benar-benar akan digusur semua (jangan sampai terjadi), which will disappoint me very much.
Saya pikir, sore itu akan berjalan normal, tetapi kenyataannya tidak, saat saya lihat puluhan bahkan ratusan orang berbondong-bondong keluar dari Stasiun Pasar Minggu. Saya pikir, ada apa ini? Sepertinya kereta mogok. Yang lebih mengherankan lagi adalah, jarang sekali ada angkot 04 jurusan Depok Timur-Pasar Minggu, hanya ada beberapa. Saya kemudian lebih membuka telinga saya untuk mengetahui ada apa gerangan. Demonstrasi mahasiswa. Wow, pikir saya. Stasiun Pondok Cina diblokade mahasiswa serta pedagang di stasiun yang akan digusur. Mengacaukan seluruh perjalanan para komuter ini. Saya masih berpikir bahwa ini wow, dan di sepanjang perjalanan Pasar Minggu-Depok dalam Bus 75 yang dijadikan bus bantuan/charter untuk para penumpang menuju Depok pada hari itu, saya tersenyum.
Mengapa saya tersenyum? Saya merasa bahwa, mahasiswa-mahasiswa ini keren sekali. They made an impact that afternoon, a very big impact. Bukan karena perjalanan orang-orang terganggu, tapi mereka bisa membuat bagaimana mereka bisa dibicarakan. Soalnya, sepanjang perjalanan, saya tidak pernah dengar ada orang yang mengeluh tentang demo ini dan mengkritik, baru di media sosial saya melihatnya. Kedua, saya tersenyum karena saya terkesan dengan keberanian mereka beraspirasi dan shout what they need to shout, walau yang saya dengar ada beberapa metode yang nggak benar juga, dengan melemparkan batu lah, membawa balok kayu segala apa, saya kurang setuju kalau itu karena terdengar menjurus ke arah aksi anarkis, tapi aksi mereka meng'human shelter'kan rel kereta itu yang bikin saya terkesan. Nggak semua orang berani melakukannya.
Salah seorang teman saya bertanya pada saya di Twitter: "Kenapa kamu bangga dengan mereka yang jelas melanggar hukum?" Well, pertanyaan itu kurang tepat dilontarkan ke saya, karena saya sendiri adalah seorang yang rebel. Saya ini bukan manusia yang gampang menurut oleh aturan tertentu, walau saya tahu saya adalah warga negara Indonesia yang bilangnya adalah negara hukum. Saya sebenarnya bukan orang yang suka melanggar hukum pula, tapi jika saya melihat hal yang kurang sesuai dengan pandangan saya atau yang saya pikir dapat mengganggu hak dan kebebasan orang lain, saya berani-berani saja melawan.
Memang sih, ada beberapa hal yang tidak baik dalam pelaksanaan demonstrasi, di manapun itu, seperti menghambat transportasi lah, atau bikin macet jalan, fasilitas umum dirusak secara disengaja maupun tidak, dan sebagainya, tetapi saya sangat memegang teguh freedom of speech yang saya bawa dari negara tujuan pertukaran saya tahun lalu. Saya pikir, setiap manusia, secara individu maupun kelompok punya hak untuk mengekspresikan pendapat dan kekecawaannya dalam bentuk apapun. Itulah yang saya mau garisbawahi dalam setiap aksi demonstrasi.
Saya memang ingin sekali menjadi bagian dari sebuah kelompok demonstran atau aksi damai dan orasi publik suatu hari nanti, mungkin saat saya jadi mahasiswa, terlebih saya tergolong orang yang ekspresif. Saya juga akan tetap berusaha untuk menjalankan aksi unjuk rasa yang juga tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu kepentingan dan/atau hak orang lain. Saya hanya ingin menyampaikan aspirasi, entah itu dari saya sendiri dari kelompok yang saya bawa nanti atau dari banyak rakyat yang sebenarnya sudah lelah mengadu dan belum percaya diri untuk berdiri sendiri melakukan swadaya dalam membantu program pemerintah yang belum pernah dilaksanakan.
Sore itu membuat saya gemetar dan menggebu, saya ingin merasakan menjadi bagian dalam aksi semacam itu walau sekali. Saya mungkin masih belum mengerti banyak tentang hal-hal ini, saya juga kurang pengalaman tentang kehidupan mahasiswa dan kehidupan aktivisme yang beragam jenisnya dan beragam latar belakangnya. Saya harap di suatu sore, suatu siang atau mungkin suatu pagi, pengalaman itu akan datang pada saya. Saya tidak takut dianggap bodoh, saya tidak takut dianggap buang-buang tenaga dan waktu, saya tidak takut dianggap aneh atau apapun yang jelek-jelek. Tidak apa-apa. That's why it is called experience so that we can learn things.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
ah, saya senang sekali mengenai pendapat anda mengenai hal ini, ternyata tidak semua masyarakat men-judge buruk :)
semoga kamu bisa menjadi bagian dari aksi seperti yang kamu tuliskan diatas ya :)
Posting Komentar