17.1.13

http://news.detik.com/read/2013/01/17/134848/2144952/10/ini-wajah-lautan-air-keruh-di-bundaran-hi?9922032

http://metro.news.viva.co.id/news/read/383028-terendam-banjir--stasiun-tanah-abang-lumpuh



Gimana? Udah siapin pelampung, ban sama baju renangnya? Jangan lupa bawa persediaan makanan dan alat kebersihannya. Ini adalah sebuah WOWness. 

Nay, just kidding.
 
Mari kita bantu korban banjir Jakarta. Mau bagaimanapun, ini adalah bencana, entah murni karena alam atau manusianya. Bantuan kita dalam bentuk apapun sangat penting untuk selesainya masalah dan disaster ini. Bukan cuap-cuap di Twitter minta pemenuhan janji Gubernur dan Wakil Gubernur baru.
 
Sudah dua malam yang saya niatkan untuk latihan soal UN malah berujung dengan diskusi seru panjang lebar dengan ibu saya. Tentang apapun dan banyak sekali hal yang bisa kita saling cerita dan ambil sari-sarinya. Tapi yang tercantol di kepala saya salah satunya adalah cerita tentang om saya.


Malam tanggal 16 Januari itu, saya bicara sambil diteman teh dan sup kaldu hangat di ruang keluarga disertai rintikan hujan di luar. Awalnya ibu saya bercerita tentang om yang tidak pernah saya kenal karena meninggal pada tahun 1986 karena gagal ginjal, itu juga awalnya saya sendiri yang minta ibu bercerita. Namanya Slamet, atau biasa dipanggil Mamet. Om saya meninggal di usia 19, dan om adalah calon mahasiswa FISIP UGM yang sebelumnya cuti setahun karena tidak diterima SPMB tahun sebelumnya.

Saya sebenarnya sudah banyak mendengar tentang kisah hidupnya yang pendek. Menurut ibu dan tante-tante saya, om sangat care terhadap adik-adiknya, dari bayangan saya, dia itu pria yang ramah dan perhatian.

Di beberapa surat terakhirnya untuk ibu saya yang ada di Jakarta sementara ia ada di Wonogiri, ia menulis bahwa ia ingin ke Jakarta dan 'ngemong' anak-anak kakaknya saat kakaknya, yaitu ibu saya, sudah menikah one day, walau baru delapan tahun kemudian saya lahir. Sampai pada suatu hari, ibu saya membaca surat darinya yang kira-kira ada kalimat berbunyi begini: "Kemarin saya ke rumah Mas Lis (sepupu ibu saya) dan membaca buku kedokteran, sepertinya penyakit saya sudah tidak bisa disembuhkan lagi, Mbak."

Saya bisa membaca mata ibu saya yang berkaca-kaca saat menceritakan hal itu.

Kemudian ibu saya bercerita bahwa sepeninggal om saya, eyang putri berkabung selama 100 hari dan tidak keluar rumah selama masa berkabung itu.

Then, my mom said: "That's how hard to have a family member leaving us early, and it's tough"

And then I realize, I'm not that family-oriented,
I feel so bad.

I just want to pray for him from here and pray to God to always protect him, although I never knew him at all. Hanya fotonya saja yang sering saya lihat, itupun tak banyak.

Well, om saya pernah bilang di suratnya kan bahwa ia pengen 'ngemong' anak-anak kakaknya, did he done that to me in the different world? or did he watch me and my sister in his world? Hmm...


15.1.13

Saya punya pesan buat teman-teman mahasiswa dan calon mahasiswa. Ini yang ada dipikiran saya:



"Mahasiswa itu adalah pengubah dan mengubah, bukan diubah."



Maksudnya apa? Hmm.. yang saya pikir, menjadi seorang mahasiswa itu adalah sebuah tanggung jawab, bukan cuma buat diri sendiri dan keluarga tapi juga buat lingkungan sekitar. Menjadi mahasiswa juga bukan cuma tentang mengubah lingkungan sekitar tapi juga mengubah diri sendiri ke arah yang lebih baik. Kemandirian dan independensi seseorang bisa sangat dilatih saat usia mahasiswa, bukan cuma karena ngekos sendiri tapi juga karena tanggung jawab akademik dan pengembangan diri sepenuhnya dikembalikan pad adiri sendiri bukan? "Bukan diubah" maksudnya lebih ke pengaruh lingkungan sekitar. Mahasiswa seharusnya bukan lagi anak SMA yang tergantung sama keputusan guru, tergantung keputusan teman dan segala macamnya, tetapi kita sendiri yang mengubah pilihan kita bukan diubah oleh pilihan orang lain. Kepada teman-teman yang sudah mahasiswa, apakah ada yang punya pendapat lain? CMIIW, seriously :)
Senin sore tanggal 14 Januari 2013, saya dikejutkan oleh hal besar di Pasar Minggu.
Saya sehabis pulang try out di sekolah yang saya selesaikan buru-buru, sekitar jam 15.30 WIB tepat, langsung menuju kota tercinta saya, Depok, untuk belanja buku persiapan UN dan membeli binder di stasiun UI. Urgensi membeli binder itu adalah berjaga-jaga apabila pedagang di stasiun UI benar-benar akan digusur semua (jangan sampai terjadi), which will disappoint me very much.


Saya pikir, sore itu akan berjalan normal, tetapi kenyataannya tidak, saat saya lihat puluhan bahkan ratusan orang berbondong-bondong keluar dari Stasiun Pasar Minggu. Saya pikir, ada apa ini? Sepertinya kereta mogok. Yang lebih mengherankan lagi adalah, jarang sekali ada angkot 04 jurusan Depok Timur-Pasar Minggu, hanya ada beberapa. Saya kemudian lebih membuka telinga saya untuk mengetahui ada apa gerangan. Demonstrasi mahasiswa. Wow, pikir saya. Stasiun Pondok Cina diblokade mahasiswa serta pedagang di stasiun yang akan digusur. Mengacaukan seluruh perjalanan para komuter ini. Saya masih berpikir bahwa ini wow, dan di sepanjang perjalanan Pasar Minggu-Depok dalam Bus 75 yang dijadikan bus bantuan/charter untuk para penumpang menuju Depok pada hari itu, saya tersenyum.


Mengapa saya tersenyum? Saya merasa bahwa, mahasiswa-mahasiswa ini keren sekali. They made an impact that afternoon, a very big impact. Bukan karena perjalanan orang-orang terganggu, tapi mereka bisa membuat bagaimana mereka bisa dibicarakan. Soalnya, sepanjang perjalanan, saya tidak pernah dengar ada orang yang mengeluh tentang demo ini dan mengkritik, baru di media sosial saya melihatnya. Kedua, saya tersenyum karena saya terkesan dengan keberanian mereka beraspirasi dan shout what they need to shout, walau yang saya dengar ada beberapa metode yang nggak benar juga, dengan melemparkan batu lah, membawa balok kayu segala apa, saya kurang setuju kalau itu karena terdengar menjurus ke arah aksi anarkis, tapi aksi mereka meng'human shelter'kan rel kereta itu yang bikin saya terkesan. Nggak semua orang berani melakukannya.


Salah seorang teman saya bertanya pada saya di Twitter: "Kenapa kamu bangga dengan mereka yang jelas melanggar hukum?" Well, pertanyaan itu kurang tepat dilontarkan ke saya, karena saya sendiri adalah seorang yang rebel. Saya ini bukan manusia yang gampang menurut oleh aturan tertentu, walau saya tahu saya adalah warga negara Indonesia yang bilangnya adalah negara hukum. Saya sebenarnya bukan orang yang suka melanggar hukum pula, tapi jika saya melihat hal yang kurang sesuai dengan pandangan saya atau yang saya pikir dapat mengganggu hak dan kebebasan orang lain, saya berani-berani saja melawan.


Memang sih, ada beberapa hal yang tidak baik dalam pelaksanaan demonstrasi, di manapun itu, seperti menghambat transportasi lah, atau bikin macet jalan, fasilitas umum dirusak secara disengaja maupun tidak, dan sebagainya, tetapi saya sangat memegang teguh freedom of speech yang saya bawa dari negara tujuan pertukaran saya tahun lalu. Saya pikir, setiap manusia, secara individu maupun kelompok punya hak untuk mengekspresikan pendapat dan kekecawaannya dalam bentuk apapun. Itulah yang saya mau garisbawahi dalam setiap aksi demonstrasi.


Saya memang ingin sekali menjadi bagian dari sebuah kelompok demonstran atau aksi damai dan orasi publik suatu hari nanti, mungkin saat saya jadi mahasiswa, terlebih saya tergolong orang yang ekspresif. Saya juga akan tetap berusaha untuk menjalankan aksi unjuk rasa yang juga tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu kepentingan dan/atau hak orang lain. Saya hanya ingin menyampaikan aspirasi, entah itu dari saya sendiri dari kelompok yang saya bawa nanti atau dari banyak rakyat yang sebenarnya sudah lelah mengadu dan belum percaya diri untuk berdiri sendiri melakukan swadaya dalam membantu program pemerintah yang belum pernah dilaksanakan.


Sore itu membuat saya gemetar dan menggebu, saya ingin merasakan menjadi bagian dalam aksi semacam itu walau sekali. Saya mungkin masih belum mengerti banyak tentang hal-hal ini, saya juga kurang pengalaman tentang kehidupan mahasiswa dan kehidupan aktivisme yang beragam jenisnya dan beragam latar belakangnya. Saya harap di suatu sore, suatu siang atau mungkin suatu pagi, pengalaman itu akan datang pada saya. Saya tidak takut dianggap bodoh, saya tidak takut dianggap buang-buang tenaga dan waktu, saya tidak takut dianggap aneh atau apapun yang jelek-jelek. Tidak apa-apa. That's why it is called experience so that we can learn things.



13.1.13



Setelah kemarin puas dengan lagu yang rada ajeb-ajeb, sekarang saatnya kembali ke habitat yang super funky dan sangat mencuci bersih telinga dan mengademkan hati serta mengasah suara bernyanyi saya.
Mix lagu-lagu di atas memang sepertinya mix banget ya. Jelas, ini jazz dan folk yang punya perbedaan dalam warna musik tapi tetap masing-masing genre di atas punya musikalitas yang tinggi.
Lirik-lirik lagunya juga nggak diatur secara asal dan bermakna. Kalau tidak punya arti yang sangat mendalam, kalimatnya puitis banget. Keren lah.

Saya bersuara alto. Makanya saya suka banget lagu jazz dan folk karena sesuai sama range vokal saya (eaaa berasa penyanyi pro padahal apa banget). Sebagian besar lagu di atas adalah algu favorit saya di kamar mandi dan di kamar saya, he-he-he. Saya ingin sekali suatu saat bisa bernyanyi di gig Jakarta setelah sebelumnya pernah (dengan hancurnya) bernyanyi lagu Don't Know Why-nya Norah Jones bersama 1st Street Jazz Band SMA saya di Amerika.

Ya sudah.
Apakah ada yang satu selera dengan saya? Silahkan loh sharing :)
 
1. Smooth Operator - Sade
2. Me In You - Kings of Convenience
3.  Mata Berdebu - Sore
4. A Dance 'Round The Memory Tree - Oren Lavie
5. Still A Friend of Mine - Incognita



12.1.13

Habis baca-baca tentang polyglot, polymath dan sejenisnya. Kemudian di Wikipedia menemukan laman
"List of people who have been called a Polymath"

Di mana di list tersebut banyaaaaaaak sekali Muslim scholars-nya, jadi bangga deh.

Habis itu saya menemukan nama orang ini dengan banyak profesi: Leonardo Da Vinci.
Nih baca:



Leonardo da Vinci (1452–1519); artist, scientist, inventor, painter, sculptor, architect, engineer, mathematician, physicist, philosopher, humanist, alchemist, biologist, naturalist, anatomist, geologist, technologist, astronomer, cartographer, botanist, cryptographer, geometer, draftsman, designer, scenographer, stylist, musician, writer, author and poet. Often called geniuses' genius and Universal Genius, is regarded as "the original 'Renaissance Man'" and is one of the most recognizable polymaths ever. He is widely considered to be one of the greatest painters of all time and perhaps the most diversely talented person ever to have lived. "In Leonardo Da Vinci, of course, he had as his subject not just an ordinary Italian painter, but the prototype of the universal genius, the 'Renaissance man'..."; "prodigious polymath...".["The scope and depth of his interests were without precedent... His mind and personality seem to us superhuman".[122] A man of "unquenchable curiosity" and "feverishly inventive imagination".[123] Among his works, the Mona Lisa is the most famous and most parodied portrait and The Last Supper the most reproduced religious painting of all time. Leonardo's drawing of the Vitruvian Man is also regarded as a cultural icon, being reproduced on everything from the euro to text books to t-shirts. Leonardo is revered for his technological ingenuity. He conceptualized a helicopter, a tank, concentrated solar power, a calculator, the double hull and outlined a rudimentary theory of plate tectonics. He made important discoveries in anatomy, civil engineering, optics, and hydrodynamics. Leonardo's scientific accomplishments are often reduced to inventions (of which he made very many) or to speculation, and an adventurous spirit. Recent writing shows that he was in fact a serious and brilliant scientist, concerned with what today is called 'systems theory', or complex systems; but he devised scientific reasoning models for experimentation, and conducted experiments with validation procedures, all of which qualify him as a scientist in the true sense as well For the extraordinary and unprecedented range of his work, of which only a minority survives, he is universally considered one of the greatest geniuses in the history of mankind.




Anjrit lah, nggak ngerti lagi. 

 

11.1.13

Saya adalah seseorang yang sangat setuju dengan gender equality.
Walau saya mengerti beberapa batasan-batasan dari ekualitas gender, karena menurut pandangan saya, laki-laki dan perempuan memang punya perbedaan mendasar secara fisik yang memang nggak bisa diubah karena dari sononya, alias kodrat fisik.


Buat saya, laki-laki dan perempuan itu punya kesamaan hak dan kewajiban secara individu. Kecuali jika dalam keluarga baru, memang harus ada sebuah kesepakatan dan komitmen khusus dalam membangun keluarga. Saya pun berpendapat, baik laki-laki maupun perempuan harus menghargai kebebasannya masing-masing, nggak ada yang boleh saling mediskreditkan decisons masing-masing, serta nggak boleh looking down each other either. Saya lebih suka jika perempuan dan laki-laki saling berbaur dan sharing their own strengthness tanpa melihat gender atau orientasi seksual masing-masing.


Saya memang bukan seorang feminis, saya juga bukan aktivis HAM. Saya hanya sadar kalau saya mau menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, saya harus bisa melihat seluruh manusia sebagai manusia, terlepas perbedaan yang ada, karena setiap manusia punya kebebasan yang harus berdasarkan pada hati nuraninya.


Beberapa guru di sekolah saya terlihat nggak setuju dengan adanya ekualitas gender dan mengatasnamakan agama. Mereka bilang laki-laki kodratnya memimpin dan perempuan mengurus keluarga dan sebagainya, saya sebagai perempuan agak kesal juga sih, walau saya hargai pandangan mereka. Balik lagi, laki-laki dan perempuan punya hak dan kewajiban yang sama sebagai individu, nggak boleh dibeda-bedakan. Setiap laki-laki dan perempuan punya pilihan hidupnya masing-masing, nggak boleh ada yang lebih disuperiorkan.


Adanya ekualitas punya 'hikmah' tersendiri. Ekualitas membuat toleransi jadi lebih terjaga dan tercipta di banyak lapisan. Ekualitas juga memberi kesempatan bagi semua orang untuk menjadi apa yang mereka mau tanpa harus terkekang oleh regulasi-regulasi seksis atau aturan adat yang kadang menjunjung superioritas suatu particular gender. Bahkan, semua agama juga ngajarin ekualitas, tapi ekualitas dalam agama memang ada batasannya dan nggak tidak terbatas.


Ini sudah 2013, sudah seharusnya ekualitas merupakan hal yang tidak perlu diingatkan lagi pada orang-orang banyak. Ekualitas itu soal toleransi.


Manusia adalah manusia, mereka punya kebebasan dan kewajiban. Tidak ada yang boleh mengekang satu sama lain karena manusia itu semuanya sama. Every single human is equal.


 

Copyright 2010 Singa Betina yang Terjebak.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.