20.5.13

Sudah berapa lama gue nggak menulis?

Bahkan gue sudah gak inget kapan terakhir kali nulis fiksi atau esai, atau artikel, apalah itu.
Yang gue tau sampai bulan lalu, gue harus mendapatkan nilai bagus di UN dan bisa masuk universitas yang gue idam-idamkan sejak gue SD.
Which is, okay.
Tapi setelah UN, kelelahan gue untuk belajar sangat pintar membunuh hobi-hobi gue karena dia berhasil membuat gue hampir melupakan hobi-hobi gue dan menyulap gue menjadi seorang adolesen yang malas dan kurang kerjaan.
Saking kurang kerjaannya, gue sampai berpikir aneh-aneh tentang banyak hal, bahkan tentang diri gue sendiri. Bahkan secara ekstrem ingin mengubah diri gue, tapi selalu gagal. Itu semua buah dari kurang kerjaan gue.
Gue aja sekarang mati suri juga ngegambarnya karena bingung, semua wayang yang ganteng dan cantik gue udah gambar. Gue mencoba gambar raksasa tapi... entah kenapa stuck aja.
Menulis juga gitu. Thought Book gue hampir gak pernah diisi setelah UN, bahkan gue udah hampir gak pernah ngetwit karena nggak tau mau nulis apa di Twitter. Seakan, gue kena writers block (dan memang sudah kena sih) dan writers block adalah penyakit yang sejauh ini paling mematikan yang pernah dialami gue seumur hidup, gue pernah kena chikungunya, tapi penyakit itu bullshit dan bahkan tidak lebih berbahaya dari writers block. Karena writers block membunuh produktivitas dan semangat berkreasi gue, yang membuat gue gak bisa living life to the fullest.


Terus terang, gue malu, sedih, bingung.
I was so passionate.
Kenapa gue sendiri nggak bisa berperang melawan writers block ini.
Yang ternyata terus-terus gue salahkan
Ini bukan semata-mata karena writers block, ini pasti ada faktor-gue.
Malas.
Ada yang tau racun pembunuh malas secara cepat?
Eutanasia khusus kemalasan mungkin?


Setelah kemarin gue bertemu dengan teman baik gue yang sedang semangat-semangatnya ikut lomba menulis di mana-mana, walau dia punya motif lain, tapi who cares, he's writing with his passion gitu. Sementara kemarin di seleksi tahap dua AFS Jakarta, gue kebagian meng-observe seorang peserta cewek, namanya Ayunda, yang passionate untuk menulis dan sudah menerbitkan 14 buku seri Kecil-Kecil Punya Karya. Walau kabar baiknya dia bilang sendiri bahwa gue keren, dia sering baca blog gue dan terinspirasi dari gue, tapi tetap, gue hanyalah seonggok butir debu yang bahkan bisa muksa dengan tidak berarti, kapan saja.


Fiksi-fiksi gue sebagian besar tidak ada yang pernah selesai.
Semuanya karena gue menyalahkan writers block.
Tapi kalau semua penulis bisa menyelesaikan tulisan-tulisannya, kenapa gue nggak bisa?
Premisnya:
1. Gue adalah penulis
2. Semua penulis bisa menyelesaikan tulisan-tulisannya
Kesimpulannya:
Gue bisa menyelesaikan tulisan-tulisan gue.


Bagaimana mengimplementasikan silogisme itu di dunia nyata?


Ya, gue harus membangkitkan gairah menulis dari dalam kubur.
Menepis semua kenyataan bahwa writing devices (or drawing devices) gue terbatas karena gue gak punya gadget atau apa lah. Alasan apapun tidak diterima. Gue harus menulis.
Pusara ide yang lama mengendap, harus gue keruk.
Dengan apa?
Dengan semangat lah, masak dengan buldoser.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2010 Singa Betina yang Terjebak.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.