worth to read and think, and laugh at :)
26.11.13
12.11.13
Akhir-akhir ini, gue sedang menikmati mendengarkan dan (sok-sok) belajar menyanyi jazz nih, ada beberapa lagu yang gue sangat rekomendasikan bagi yang mulai menyukai smooth jazz, well kebanyakan Incognito sih. Lagu-lagu ini yang sering banget gue nyanyiin di kamar, saking asyiknya~
1. Positivity - Incognito
2. Can We Change The World - Maysa
3. Don't You Worry 'bout a Thing - Incognito
4. Deep Waters - Incognito
(note: ini lagu galau parah, please kalau dengerin jangan sampai depresi)
5. No Ordinary Love - Sade
6.11.13
(Post ini tidak bermaksud merendahkan instansi atau akun tertentu, ini merupakan opini pribadi penulis, no hard feeling ya, namanya juga pendapat :))
Gue mengikuti sebuah akun Twitter yang cukup terkenal yang concern untuk memperkenalkan bahasa dan kebudayaan di dunia, bahkan sempat mengikuti komunitas mereka dan 'menaruh nama' sebagai pengurus regional, tetapi tidak bertahan lama, karena ternyata gue nggak begitu memiliki visi yang sama dengan ini komunitas.
Sesuai namanya, akun ini bermaksud memberikan fakta-fakta tentang kebahasaan dan pengetahuan tentang banyak bahasa, gue cukup senang membaca tweets dari akun ini karena personally menambah wawasan gue di vocabulary dan grammar bahasa lain, tetapi semakin ke sini, beberapa tweets-nya malah tidak sejalan dengan namanya : Bahasa Dunia! dan bio-nya yang bertuliskan "Language Activist".
Mengapa gue bilang nggak sejalan, alias nggak konsisten? Karena begini:
1. Bahasa dunia itu ada banyak sekali. Menurut BBC Languages, ada sekitar kurang lebih 7000 bahasa. Mengapa yang dibahas hanya bahasa-bahasa populer dipelajari saja?
2. Harusnya, sebagai (yang bilangnya) "Language Activist" akun ini bisa nambah wawasan banyak orang di sana tentang adanya 2471 bahasa yang terancam keberadaannya di dunia karena bentar lagi punah. UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger memetakan, ada 146 bahasa di Indonesia yang ada di tingkat vulnerable dan sudah termasuk 2 bahasa yang sudah punah.
3. Harusnya, sebagai (yang bilangnya)
"Language Activist" akun ini tidak membuat pengikutnya merasa
terkesan digurui dalam menanggapi kritik pengikut akun, apalagi jika pengikut
akunnya juga mengerti tentang kebahasaan. Kalau mengaku aktivis bahasa harusnya
kan pintar-pintar memilih bahasa kan? Bermanis kata tidak cukup :) *mulai
ikutan cara tulisannya akun ini*
4. Tweet yang dilontarkan di atas bilang bahwa: “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa, cekoki saja dengan bahasa asing.” Menurut gue tweet ini kontradiktif, apalagi akun itu menamakan dirinya Bahasa Dunia dan membuka semacam les bahasa asing di banyak tempat dan mengajak pengikut akun ini untuk belajar bahasa asing, jadi akun ini ingin menghancurkan sebuah bangsa? Apakah seorang aktivis cara bicaranya seperti ini? Sampai tulisan ini di-publish, tweet ini belum dihapus.
Menurut pandangan gue, makna kata ‘aktivis’ itu strong banget. Nggak bisa kita ngaku-ngaku “Gue aktivis,” karena menjadi aktivis itu butuh dedikasi. Gue berpendapat, dedikasi itu perlu pengakuan orang banyak dan benar-benar memahami bidang di mana ia aktif itu secara mendalam, ya semacam expert gitu, biasanya pun aktivis nggak nyadar kalau dia aktivis sebelum ada orang yang nyebut-nyebut “Dia aktivis.”.
Beda dengan enthusiast, semua orang bisa mengaku enthusiast karena dia antusias di bidang itu dan sedang/ingin belajar, atau bahkan memang sebenarnya sudah ahli tetapi memang mencoba rendah hati, hehehe (ada beberapa dosen gue yang menaruh kata enthusiast di bio-nya padahal gue tau dia udah ahli di bidang itu banget). Enthusiast bisa menjadi aktivis loh tanpa disadari, kalau dia antusiasnya dengan bidang tertentu konsisten dan dia dengan senang hati, dengan ikhlas mengerjakan, memelajari hal yang ingin dia dalami tersebut, serta jangan lupa, membuat aksi nyata tentang apa yang ia dalami tersebut.
Kalau menurut gue ya, menjadi aktivis itu harus rendah hati, open-minded, berjalan di samping dan bukan di depan, merangkul dan bukan merasa paling benar. Sepengalaman gue bergaul dengan teman-teman yang real activist, semua bidang aktivisme menurut mereka penting, hanya saja memang setiap aktivis harus bisa fokus di satu bidang sebagai bentuk mendukung bentuk gerakan aktivisme lain. Tujuan aktivis itu juga bukan berkuasa, tapi bisa melihat sisi positif dan negative secara seimbang dari suatu hal dan mengharmonisasikannya di dunia maupun di lingkungannya dengan baik untuk kehidupan yang lebih baik.
Itulah mengapa, menurut gue, penting banget untuk berhati-hati dalam menulis di sosial media, karena pastinya akan banyak multitafsir dari pengikut akun atau teman-teman kita. Menunjukkan kepribadian yang asli, berpendapat tentang apa aja boleh banget dan bebas sekali di media sosial, tapi juga seharusnya kita bisa menekan arogansi, lebih objektif lebih baik, apalagi jika akunnya diikuti oleh banyak orang, semakin terkenal harusnya semakin berhati-hati dalam berkicau, harusnya semakin ‘merunduk’ you know, peribahasa “Padi makin berisi makin merunduk”?
(Again, bagi pemilik akun ini gue ucapkan selamat dan sukses, karena gerakannya semakin besar ekspansinya, semoga ke depannya gerakan ini nggak sekedar bergerak ke belajar bahasa dan sharing tentang kebudayaan aja tapi juga dipertajam dan memperdalam studi kebudayaannya, kalau bisa based on culture journals dan tulisan-tulisan para ahli budaya dan linguistik biar makin mendalam memberikan fakta dan mengedukasi.)
Gue mengikuti sebuah akun Twitter yang cukup terkenal yang concern untuk memperkenalkan bahasa dan kebudayaan di dunia, bahkan sempat mengikuti komunitas mereka dan 'menaruh nama' sebagai pengurus regional, tetapi tidak bertahan lama, karena ternyata gue nggak begitu memiliki visi yang sama dengan ini komunitas.
Sesuai namanya, akun ini bermaksud memberikan fakta-fakta tentang kebahasaan dan pengetahuan tentang banyak bahasa, gue cukup senang membaca tweets dari akun ini karena personally menambah wawasan gue di vocabulary dan grammar bahasa lain, tetapi semakin ke sini, beberapa tweets-nya malah tidak sejalan dengan namanya : Bahasa Dunia! dan bio-nya yang bertuliskan "Language Activist".
Mengapa gue bilang nggak sejalan, alias nggak konsisten? Karena begini:
1. Bahasa dunia itu ada banyak sekali. Menurut BBC Languages, ada sekitar kurang lebih 7000 bahasa. Mengapa yang dibahas hanya bahasa-bahasa populer dipelajari saja?
2. Harusnya, sebagai (yang bilangnya) "Language Activist" akun ini bisa nambah wawasan banyak orang di sana tentang adanya 2471 bahasa yang terancam keberadaannya di dunia karena bentar lagi punah. UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger memetakan, ada 146 bahasa di Indonesia yang ada di tingkat vulnerable dan sudah termasuk 2 bahasa yang sudah punah.
Lihat dua tweets terakhir obrolan insan ini? |
4. Tweet yang dilontarkan di atas bilang bahwa: “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa, cekoki saja dengan bahasa asing.” Menurut gue tweet ini kontradiktif, apalagi akun itu menamakan dirinya Bahasa Dunia dan membuka semacam les bahasa asing di banyak tempat dan mengajak pengikut akun ini untuk belajar bahasa asing, jadi akun ini ingin menghancurkan sebuah bangsa? Apakah seorang aktivis cara bicaranya seperti ini? Sampai tulisan ini di-publish, tweet ini belum dihapus.
Menurut pandangan gue, makna kata ‘aktivis’ itu strong banget. Nggak bisa kita ngaku-ngaku “Gue aktivis,” karena menjadi aktivis itu butuh dedikasi. Gue berpendapat, dedikasi itu perlu pengakuan orang banyak dan benar-benar memahami bidang di mana ia aktif itu secara mendalam, ya semacam expert gitu, biasanya pun aktivis nggak nyadar kalau dia aktivis sebelum ada orang yang nyebut-nyebut “Dia aktivis.”.
Beda dengan enthusiast, semua orang bisa mengaku enthusiast karena dia antusias di bidang itu dan sedang/ingin belajar, atau bahkan memang sebenarnya sudah ahli tetapi memang mencoba rendah hati, hehehe (ada beberapa dosen gue yang menaruh kata enthusiast di bio-nya padahal gue tau dia udah ahli di bidang itu banget). Enthusiast bisa menjadi aktivis loh tanpa disadari, kalau dia antusiasnya dengan bidang tertentu konsisten dan dia dengan senang hati, dengan ikhlas mengerjakan, memelajari hal yang ingin dia dalami tersebut, serta jangan lupa, membuat aksi nyata tentang apa yang ia dalami tersebut.
Kalau menurut gue ya, menjadi aktivis itu harus rendah hati, open-minded, berjalan di samping dan bukan di depan, merangkul dan bukan merasa paling benar. Sepengalaman gue bergaul dengan teman-teman yang real activist, semua bidang aktivisme menurut mereka penting, hanya saja memang setiap aktivis harus bisa fokus di satu bidang sebagai bentuk mendukung bentuk gerakan aktivisme lain. Tujuan aktivis itu juga bukan berkuasa, tapi bisa melihat sisi positif dan negative secara seimbang dari suatu hal dan mengharmonisasikannya di dunia maupun di lingkungannya dengan baik untuk kehidupan yang lebih baik.
Itulah mengapa, menurut gue, penting banget untuk berhati-hati dalam menulis di sosial media, karena pastinya akan banyak multitafsir dari pengikut akun atau teman-teman kita. Menunjukkan kepribadian yang asli, berpendapat tentang apa aja boleh banget dan bebas sekali di media sosial, tapi juga seharusnya kita bisa menekan arogansi, lebih objektif lebih baik, apalagi jika akunnya diikuti oleh banyak orang, semakin terkenal harusnya semakin berhati-hati dalam berkicau, harusnya semakin ‘merunduk’ you know, peribahasa “Padi makin berisi makin merunduk”?
(Again, bagi pemilik akun ini gue ucapkan selamat dan sukses, karena gerakannya semakin besar ekspansinya, semoga ke depannya gerakan ini nggak sekedar bergerak ke belajar bahasa dan sharing tentang kebudayaan aja tapi juga dipertajam dan memperdalam studi kebudayaannya, kalau bisa based on culture journals dan tulisan-tulisan para ahli budaya dan linguistik biar makin mendalam memberikan fakta dan mengedukasi.)
Langganan:
Postingan (Atom)