Well, hal-hal soal keterlambatan datang ke sekolah bisa saja
menyalahkan anak muridnya. Setidaknya itu yang selalu dilakukan
guru-guru, tak terkecuali. Alih-alih mereka akan selalu menggunakan
jawaban: "Harusnya kalian bisa bangun lebih pagi dan berangkat lebih
pagi!" semacamnya. Tapi bagaimana jika saya, atau teman-teman sekalian
yang lain yang sudah punya jadwal khusus pagi hari dan sudah rutin
berangkat di jam yang sama setiap hari, kemudian telat karena satu dan
lain hal, contohnya karena masalah transportasi dan lalu lintas? Apakah
guru-guru akan menuntut bahwa anak harus datang lebih pagi, walaupun
anak sudah punya jadwal rutin?
Oke, bukan cuma perlakuan guru pada anak terlambat yang seperti itu yang saya mau garisbawahi.
Saya
akan cerita sedikit. Hari Senin tanggal 21 Januari 2013 adalah hari di
mana pertama kalinya dalam sejarah masa SMA saya, saya datang terlambat
ke sekolah karena, again, saya harus menyalahkan commuter line, yang
memang lagi trouble pascabanjir. Saya datang terlambat bersama dua teman
saya dan satu guru yang sama-sama tinggal di Depok. Saat saya datang,
sang guru dengan asyiknya melenggang masuk, sementara kami dihadang.
Ternyata pagi itu ada sekitar 40an anak yang datang terlambat! Mereka
bilang macet pagi itu tidak seperti biasanya, bahkan ada yang jalan di
rumahnya diblokir karena posko banjir.
Jam
7.30 pagi, kami di suruh masuk dan di'tatar' di depan ruang guru oleh
para staff kesiswaan, guru piket dan Sang Kepala Sekolah. Sang Kepala
Sekolah memulai omelannya dengan mukanya yang memang saya rasa tak
pernah bersahabat dan tidak ramah dengan para muridnya. "Sudah tidak
hujan, sudah tidak banjir, kok kalian masih terlambat?!" ia mengeluarkan
pertanyaan retoris, karena jelas ia tidak mau dijawab, "Kamu, mantan
ketua OSIS!" katanya menunjuk teman sekelas saya di belakang, "Mantan
ketua OSIS nggak bener!" ia lalu menanyakan di mana rumah teman saya itu
dan mengomel kembali sedikit. Seorang murid laki-laki di sebelah saya
yang berambut sedikit kribo sedang berbisik sedikit pada teman
dibelakangnya, lalu ia menjambak kecil rambut si kribo "Jangan ngobrol!"
katanya. "Kalian sudah kelas 12, masih aja telat, kamu nggak sayang
duit orangtuamu apa, sampai nggak ikut PM pagi begini?!!" padahal
Pendalaman Materi saat itu sedang berjalan dan entah mengapa ia tidak
memperbolehkan anak kelas 12 masuk kelas untuk mengikuti.
Gurupun tidak pernah mau tahu mengapa anak-anak ini
terlambat kalaupun ditanya, anaknya pasti disalahkan. Mematikan motivasi
dan hormat anak-anak ini sekali. Secara sains (yang pernah saya dengar
waktu saya SMP), itu malah mematikan beberapa sel otak anak, dengan
menyalahkan dan membuat anak merasa bersalah.
"Kalian
tidak boleh masuk kelas sampai jam 10! Duduk di sini saja, merenung!"
ocehnya sekali lagi kemudian melenggangkan tubuh tambunnya ke arah
kantor. Anak-anak terdiam. Hanya saya yang berani bersuara mengobrol
dengan suara yang dikencangkan supaya guru-guru mendengar.
"Menurut
gue sih, hukuman kayak gini tuh bego banget," kata saya mengawali
obrolan, "Oke, kita di sini merenung, kita ngaku kok kalau kita salah,
lagipula nggak semua anak dateng telat karena dia bangun siang kan, pada
macet kan? Kereta juga lagi gak kondusif," lanjut saya,
"Benar kak, kalau bisa kita disuruh ngapain kek, daripada duduk di sini doang," jawab teman saya,
"Ya
iyalah, sekarang sirkumstansinya begini, kita duduk di sini sekarang,
nggak memberikan keuntungan buat guru-guru, nggak ngasih keuntungan buat
kita juga, kerugian juga ada yang rugi, kita malah duduk begini nggak
disuruh produktif, mikir deh, malah suruh merenung, belajar kek, baca
kek, ataupun kerjain tugas. Mau merenung apa?!" Kemudian salah satu guru
piket yang memang guru yang asyik, ternyata sedari tadi sudah
memperhatikan pembicaraan kami, "Tuh Pak, bener nggak, daripada kita
disuruh duduk begini, mendingan kita duduk sambil ngapain gitu," kata
saya, Bapak tersenyum sambil mengangguk, ia kemudian menghampiri Wakasek
dan membisikkan sesuatu. Tak lama sang Wakasek memberikan instruksi
untuk kami, "Ya anak-anak kalau ingin sekalian membaca buku, atau
belajar silakan saja, kerjakan tugas juga silakan,"
"Nah gitu kek dari tadi." bisik saya.
Memang soal anak murid yang telat, di Indonesia karena bangsa
kita sepertinya punya krisis kedisiplinan, harus dihukum, tetapi hukuman
haruslah masuk akal, memotivasi untuk tidak telat dan tetap memacu
produktivitas walaupun telat. Bukannya diomeli dihardik dan dijudge
segala macam, bagaimaan anak akan respek pada guru kalau begini caranya?
Dan bagaimana pula pendidikan kita bisa mengajarkan pentingnya
kedisiplinan dan keadilan tanpa pandang bulu kalau keadilan hukuman
keterlambatan antara guru/staff dan murid tidak dipampang secara nyata?
Malah anak-anaknya saja yang dimarahi secara lebay, tapi guru-guru tidak
diperlihatkan ditegurnya, supaya kita bisa diajarkan dan diperlihatkan
tentang baik-buruk. Contoh teman saya yang pernah sekolah di MAN
terkemuka, ia terlambat dan dihukum untuk merangkum Bab pelajaran yang
ia lewatkan pagi itu karena telat, that's it, produktif. Anak telat
bukannya di'kriminalisasi' tetapi diberi hukuman yang masuk akal dan
memacu produktivitas. Tak apa barang hanya berlari beberapa putaran,
tetapi tidak dengan dijemur atau duduk tanpa jelas juntrungannya.
Memang terlambat datang ke sekolah itu sangat tidak enak, apalagi
kalau harus berhadapan dengan Kepala Sekolah yang emang nggak kelihatan
punya respek. Saya percaya dengan saya terlambat dan dihadapkan dengan
situasi ini, menambah pertanyaan-pertanyaan saya tentang keadaan
pendidikan, kualitas kedisiplinan pada bangsa kita dan tentang kualitas
tenaga pengajar kita yang harus saya jawab sendiri dan saya harus ikut
perbaiki di masa datang.